Selasa, 25 Desember 2012

KABUPATEN PATI
Motto : Pati Bumi Mina Tani
Provinsi : Jawa Tengah
Ibu kota : Pati
Luas : 1.419,07 km²
Penduduk : 1.243.207 (2006)
- Laki – Laki : 600.927
- Perempuan : 620.579
- Kepadatan : 797 jiwa/km²
Pembagian administratif
· Kecamatan : 21
· Desa/kelurahan : 405
Dasar hukum : UU No. 13/1950
Bupati : H.Tasiman, SH
Kode telepon : 0295
DAU : Rp. 337.244.000.000
PROFIL DAERAH
Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara pulau jawa dan di bagian timur dari Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang terdiri dalam 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, 1.106 dukuh serta 1.474 RW dan 7.524 RT.
PERBATASAN
Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Timur berbatasan dengan Kabupaten Rembang
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan
Barat berbatasan dengan Kabuoaten Kudus dan Kabupaten Jepara
PENDUDUK
Selama kurun waktu 2005 – 2006 pertambahan penduduk Kabupaten Pati sebanyak 17.784 orang atau mempunyai pertumbuhan sebesar 1,45% dari tahun sebelumnya. Dari 21 Kecamatan di Kabupaten pati, Kecamatan Pati mempunyai penduduk terbanyak dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu sebanyak 105.159 jiwa.
SEJARAH BERDIRINYA
Setelah runtuhnya kerajaan Singosari, Pulau Jawa mengalami kekosongan pemerintahan. Kemudian muncul penguasa baru dari daerah sekitar Gunung Muria yang kemudian mengangkat dirinya menjadi adipati. Sebenarnya ada dua kadipaten saat itu, yaitu Kadipaten Karanggaruda dan Kadipaten Carangsoka. Kadipaten Karanggaruda dipimpin oleh Yudhapati dan Kadipaten Carangsoka dipimpin oleh Puspa Andungjaya. Yudhapati mempunyai wilayah kekuasaan dari selatan sungai Juwana hingga Gamping utara berbatasan dengan kabupaten Grobogan. Sedangkan Puspa Andungjaya mempunyai wilayah kekuasaan dari utara sungai Juwana hingga Pantai Utara Jawa Tengah bagian timur. 
Kedua kadipaten ini hidup dengan damai hingga kedua adipatinya memutuskan untuk berbesanan. Kedua adipati ini bersepakat untuk mengawinkan anak mereka yang bernama Raden Jasari yang merupakan anak dari Adipati Yudhapati dengan Rara Rayungwulan anak dari adipati Adipati Puspa Andungjaya. Pernikahan kemudian akan dilakukan di Kadipaten Carangsongka. Pada saat pesta perkawinan akan dimulai, tiba-tiba Rara Rayungwulan melarikan diri dengan dalang yang bernama dalang Sapanyana. Karena pernikahan yang gagal, Adipati Yudhapati merasa dipermalukan, sehingga menyatakan permusuhan terhadap Adipati Puspa Adungjaya sehingga peperangan tak dapat terhindarkan lagi. Raden Sukmayana memimpin prajurit dari Kadipaten Carangsongka, tapi kemudian tewas dalam pertempuran. Tugas ini kemudian diteruskan oleh Raden Kembangjaya yang merupakan adik dari Raden Sukmayana. Peperangan ini kemudian dimenangkan oleh Raden Kembangjaya dengan tewasnya Adipati Paranggaruda dan anaknya. Raden Kembangjaya kemudian dinikahkan dengan Rara Rayungwulan dan diangkat menjadi Adipati Carangsongka, dan dalang Sapanyana diangkat menjadi patihnya dan berganti nama menjadi Singasari.
Untuk mengatur wilayahnya yang semakin luas, Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahannya ke desa Kemiri dan mengganti nama Kadioaten tersebut menjadi Kadipaten Pasantenan dan bergelar Adipati Jayakusuma. setelah Jayakusuma meninggal, pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Raden Tambra dan bergelar Adipati Tambranegara. Untuk dapat memajukan wilayahnya, Adipati Tambra kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke desa Kaborongan dan mengganti nama Kadipaten menjadi Kadipaten Pati. 
Kemudian pada tahun 1993 pemerintah kabupaten memutuskan bahwa hari jadi Kabupaten Pati ditetapkan pada tanggal 7 Agustus 1323.

sumber:http://madingmtsarrisalah.blogspot.com/2012/04/sejarah-kabupaten-pati.html

Minggu, 18 November 2012

Misteri Leluhur Bangsa Jawa



Di dalam Mitologi Jawa diceritakan bahwa salah satu leluhur Bangsa Sunda (Jawa) adalah Batara Brahma atau Sri Maharaja Sunda, yang bermukim di Gunung Mahera.

Selain itu, nama Batara Brahma, juga terdapat di dalam Silsilah Babad Tanah Jawi. Di dalam Silsilah itu, bermula dari Nabi Adamyang berputera Nabi Syits, kemudian Nabi Syits menurunkan Sang Hyang Nur Cahya, yang menurunkan Sang Hyang Nur RasaSang Hyang Nur Rasa kemudian menurunkan Sang Hyang Wenang, yang menurunkan Sang Hyang Tunggal. Dan Sang Hyang Tunggal, kemudian menurunkan Batara Guru, yang menurunkan Batara Brahma.
Berdasarkan pemahaman dari naskah-naskah kuno bangsa Jawa, Batara Brahma merupakan leluhur dari raja-raja di tanah Jawa.
Bani Jawi Keturunan Nabi Ibrahim
Di dalam Kitab ‘al-Kamil fi al-Tarikh‘ tulisan Ibnu Athir, menyatakan bahwa Bani Jawi (yang di dalamnya termasuk Bangsa Sunda, Jawa, Melayu Sumatera, Bugis… dsb), adalah keturunan Nabi Ibrahim.
Bani Jawi sebagai keturunan Nabi Ibrahim, semakin nyata, ketika baru-baru ini, dari penelitian seorang Profesor Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM), diperoleh data bahwa, di dalam darah DNA Melayu, terdapat 27% Variant Mediterranaen(merupakan DNA bangsa-bangsa EURO-Semitik).
Variant Mediterranaen sendiri terdapat juga di dalam DNA keturunan Nabi Ibrahim yang lain, seperti pada bangsa Arab dan Bani Israil.
Sekilas dari beberapa pernyataan di atas, sepertinya terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Akan tetapi, setelah melalui penyelusuran yang lebih mendalam, diperoleh fakta, bahwa Brahma yang terdapat di dalam Metologi Jawa indentik dengan Nabi Ibrahim.
Brahma adalah Nabi Ibrahim
Mitos atau Legenda, terkadang merupakan peristiwa sejarah. Akan tetapi, peristiwa tersebut menjadi kabur, ketika kejadiannya di lebih-lebihkan dari kenyataan yang ada.
Mitos Brahma sebagai leluhur bangsa-bangsa di Nusantara, boleh jadi merupakan peristiwa sejarah, yakni mengenai kedatangan Nabi Ibrahim untuk berdakwah, dimana kemudian beliau beristeri Siti Qanturah (Qatura/Keturah), yang kelak akan menjadi leluhur Bani Jawi (Melayu Deutro).
Dan kita telah sama pahami bahwa, Nabi Ibrahim berasal dari bangsa ‘Ibriyah, kata ‘Ibriyah berasal dari ‘ain, ba, ra atau ‘abara yang berarti menyeberang. Nama Ibra-him (alif ba ra-ha ya mim), merupakan asal dari nama Brahma (ba ra-ha mim).
Beberapa fakta yang menunjukkan bahwa Brahma yang terdapat di dalam Mitologi Jawa adalah Nabi Ibrahim, di antaranya :
1. Nabi Ibrahim memiliki isteri bernama Sara, sementara Brahma pasangannya bernama Saraswati.
2. Nabi Ibrahim hampir mengorbankan anak sulungnya yang bernama Ismail, sementara Brahma terhadap anak sulungnya yang bernama Atharva (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali)…
3. Brahma adalah perlambang Monotheisme, yaitu keyakinan kepada Tuhan Yang Esa (Brahman), sementara Nabi Ibrahim adalah Rasul yang mengajarkan ke-ESA-an ALLAH.
Ajaran Monotheisme di dalam Kitab Veda, antara lain :
Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan, Dia tidak pernah dilahirkan, Dia yg berhak disembah
Yajurveda Ch. 40 V. 8 menyatakan bahwa Tuhan tidak berbentuk dan dia suci
Atharvaveda Bk. 20 Hymn 58 V. 3 menyatakan bahwa sungguh Tuhan itu Maha Besar
Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan
Rigveda Bk. 1 Hymn 1 V. 1 menyebutkan : kami tidak menyembah kecuali Tuhan yg satu
Rigveda Bk. 6 Hymn 45 V. 6 menyebutkan “sembahlah Dia saja, Tuhan yang sesungguhnya”
Dalam Brahama Sutra disebutkan : “Hanya ada satu Tuhan, tidak ada yg kedua. Tuhan tidak berbilang sama sekali”.
Sumber :
Ajaran Monotheisme di dalam Veda, pada mulanya berasal dari Brahma (Nabi Ibrahim). Jadi makna awal dari Brahma bukanlah Pencipta, melainkan pembawa ajaran dari yang Maha Pencipta.
4. Nabi Ibrahim mendirikan Baitullah (Ka’bah) di Bakkah (Makkah), sementara Brahma membangun rumah Tuhan, agar Tuhan di ingat di sana (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali).
Bahkan secara rinci, kitab Veda menceritakan tentang bangunan tersebut :
Tempat kediaman malaikat ini, mempunyai delapan putaran dan sembilan pintu… (Atharva Veda 10:2:31)
Kitab Veda memberi gambaran sebenarnya tentang Ka’bah yang didirikan Nabi Ibrahim.
Makna delapan putaran adalah delapan garis alami yang mengitari wilayah Bakkah, diantara perbukitan, yaitu Jabl Khalij, Jabl Kaikan, Jabl Hindi, Jabl Lala, Jabl Kada, Jabl Hadida, Jabl Abi Qabes dan Jabl Umar.
Sementara sembilan pintu terdiri dari : Bab Ibrahim, Bab al Vida, Bab al Safa, Bab Ali, Bab Abbas, Bab al Nabi, Bab al Salam, Bab al Ziarat dan Bab al Haram.
Monotheisme Ibrahim
Peninggalan Nabi Ibrahim, sebagai Rasul pembawa ajaran Monotheisme, jejaknya masih dapat terlihat pada keyakinan suku Jawa, yang merupakan suku terbesar dari Bani Jawi.
Suku Jawa sudah sejak dahulu, mereka menganut monotheisme, seperti keyakinan adanya Sang Hyang Widhi atau Sangkan Paraning Dumadi.
Selain suku Jawa, pemahaman monotheisme juga terdapat di dalam masyarakat Sunda Kuno. Hal ini bisa kita jumpai pada Keyakinan Sunda Wiwitan. Mereka meyakini adanya ‘Allah Yang Maha Kuasa‘, yang dilambangkan dengan ucapan bahasa ‘Nu Ngersakeun‘ atau disebut juga ‘Sang Hyang Keresa‘.
Dengan demikian, adalah sangat wajar jika kemudian mayoritas Bani Jawi (khususnya masyarakat Jawa) menerima Islam sebagai keyakinannya. Karena pada hakekatnyaIslam adalah penyempurna dari ajaran Monotheisme (Tauhid) yang di bawa olehleluhurnya Nabi Ibrahim.
Forum Diskusi :
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3124523